Jumat, 18 Desember 2015

Sudah Syariahkah kita!
Syiriah merupakan suatu susunan kata yang berasal dari bahasa arab yakni “al-syari’ah” yang memiliki pengertian yakni segala sesuatu yang berasal dari tuhan atau ilahiyyah yang berisi tentang  aturan-aturan yang mengatur tentang sistem tingkah laku individual maupun tingkah aku kolektif.
Dari pengertian itu jelas bahwa syriah itu mengarah pada hal yang bersifat fiqiyah atau cangkupan dari ushulfiqyyah. Fiqih merupakan ilmu yang berkembang ketika dinasti umayyah atau sekitar abad ke 5 hijriyyah. Ilmu Fiqih merupakan suatu Produk hukum dari para ulama’ dari interprestasi terhadap Al-Qur’an dan Sunnah melalui metode-metode yang telah disepakati maupun yang tidak disepakati antara  ulama’.
Walapun dari produk dari masing-masing ulama’ berbeda dikarenakan metode atau disiplin ilmu yang berbeda dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an dan Sunnah namun intinya yakni demi terciptanya ukhuwah islamiayah yang diridhoi oleh Allah dan Nabi Muhammad, yang dalam hal ini yang sesuai dengan kemaslahatan umat manusia.
Didalam syariat yang telah dibawa Nabi Muhammad yang bersumber dari Allah SWT merupakan suri tauladan yang baik yang nantinya menciptakan ketentraman hidup manusia  diantara syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad seperti dalam hal muamalah, ibadah, jinayah, syiasah, dan disiplin keilmuan yang masih begitu banyak.
Kini nilia-nilai yang dibawa rasul itu mulai pudar dikarenakan arus globalisasi yang tanpa filtir bahkaan yang lebih mencengangkan bahwa syariah yang dibawa rasul itu hanyalah sebuah teori yang hanya diungkapkan atau hanya tertulis dibuka saja bukan dihayati dan diamalkan. Hal ini mungkin yang banyak kita temui baik dimasyarakat maupun di lingkungan Akademisi atau Mahasiswa terlebih lagi pada fakultas yang notabene setiap hari mengkaji tentang keilmuan dalam bidang syariah seperti fiqih dan nilai-nilai syariah yang lain. Mereka begitu getolnya mempelajarai atau mendiskusikan terkait syaraih yang dibawa nabi setiap hari. Namun perilaku mereka kadang tidak mencerminkan apa yang mereka pelajari setiap harinya, mereka kadang melanggar dari tuntunan nabi atau membangkang dari perintahnya seperti dalam hal pakaian mereka cenderung lebih menonjolkan keglamoran dan cederung membuka aurat bahkan sifat-sifat yang mereka tunjuakn jauh dari nilai-nilai syariah yang telah terpatri dalam Al-Qur’an daan Sunnah.
Hal yang semacam ini mungkin tidak akan terjadi jika kita benar-benar mengali islam secara mendalam baik yang berkaitan dari sudut pandang syariatnya. Penggalian tersebut dapat diwujudkan dengan cara berbagai hal seperti kajian tentang syariah baik secara individu maupun dengan cara kolektif atau cara diskusi ilmiyyah, serta penerapan secara langsung pada diri sendiri maupan terhadap lingkungan masyarakat nilai-nilai syariah yang telah kita pelajari dari literatur-literatur keislamanan yang telah ada.
Memang berat mewujudkan hal tersebut jika melihat tentang latar belakang pendidikaan atau lingkungan yang membentuk mereka. Banyak dari para Mahasiswa Syariah yang dulunya berasal dari pendidikan yang bukan bernafaskan islami seperti dari SMK dan SMA, dan juga termasuk lingkungan mereka yang kadang berasal dari lingkungan yang acuh dengan agama islaman atau islam abanggan.
Terlepas dari hal pendidikan dan lingkungan yang mereka alami, Para Mahasiswa merupakan manusia yang sempurna yang diberi oleh Tuhan suatu akal untuk berfikir guna memilh yang baik dan buruk. Dari hal itu maka kita sebagai mahasiswa yang dikatakan Maha dari segala siswa seharusnya mampu untuk menggali ilmu-ilmu keislaman sehingga latar belakang yang seperti itu pun dapat dihilangkan secara perlahan-lahan asalkan punya kemauan untuk belajar dan berusaha.

Sehingga Apabila sudah terwujud hal demikian maka konsep-konsep yang telah ada dalam syriah dapat dipelajari dan diamalakan oleh para mahasiswa. Sehingga Tidak ada kata plesetan lagi bahwa Mahasiswa Syariah gak Syariah blas….., memang hal ini hanyalah sebuah plesetan namun dapat kita intropeksi diri kita bahwa kita harus mejalankan apa yang telah kita pelajari dalam lingkungan perkuliahan. Amin…..   

Selasa, 17 November 2015

Tugas UTS Hukum Jaminan (Perjanjian Hutang Piutang Dengan Jaminan Tanah di Dusun Alasmalang, Desa Ngadirejo, Pogalan, Trenggalek)
Nama   : Sukron Ni’am
Nim     : (2822133020)
Hasil Wawancara
Di suatu tempat yakni di RT 04 Rw 02 Dusun Alasmalang, Desa Ngadirejo, Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek terdapat sebuah kasus tentang perjanjian hutang piutang yang dilakukan secara bawah tangan dengan  barang yang dijadikan jaminan adalah sebuah petak sawah.
Perjanjian Hutang piutang dilakukan oleh Ibu Wasilah sebagai pihak Debitur dengan alamat di Rt 04 Rw 02 Dusun Alasmalang, Desa Ngadirejo, Kecamatan Pogalan, kabupaten Trenggalek. Pekerjaan ibu Wasilah adalah petani yang ssekarang ini  berusia 45 tahun dan hidup sendiri karena suaminya telah meninggal 20 tahun yang lalu. Sedangkan yang menjadi krediturnya adalah bapak Sudar yang beralamat di Rt 05 Rw 02 Dusun Alasmalang, Desa Ngadirejo, Kecamatan Pogalan, kabupaten Trenggalek. Bapak Sudar berprofesi sebagai seorang wirasuwasta yang sekarang ini berusia sekitar 57 tahun.
Adapun kronologi perjanjian hutang piutang dengan jaminan tanah yang dilakukan secara bawah tangan terjadi sekitar tiga tahun yang lalu yakni sekitar bulan Juli tahun 2012. Perjanjian  yang dilakukan oleh kedua belah pihak bertempat di rumah bapak Sudar sebagai pemberi hutang karena alasan yang membutuhkan hutang hendaknya mendatangi yang hendak meminjaminya.
Latarbelakang ibu Wasilah melakukan hutang piutang dengan jaminan tanah, dikarenakan ibu Wasilah mengalami kendala dalam keuangan yakni ibu Wasilah harus membiayai biaya pendidikan anaknya untuk kuliyah. Dengan demikian beliau memutuskan untuk meminjam sejumlah uang yang bernilai 20 juta rupiah kepada bapak Sudar dengan jaminan sertifikat tanah persawahan yang luasnya 40 m2 atau 40 ru.
Adapun mengenai hak dan kewajiban dari keduanya yang harus terpenuhi oleh keduanya  sebagai berikut :
Pasal 1 pihak Debitur menjaminkan tanah seluas 40 m2 atau 40 ru yang berlokasi di Rt 02 Rw 2 Dusun Alasmalang, Desa Ngadirejo, Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek, yang lebih tepatnya tanah tersebut berada di  area persawahan yang dekat dengan pemukiman penduduk dusun Alasmalang. Pihak kreditur telah menerima jaminan tanah tersebut dari pihak pertama seperti yang disebutkan diatas.
Pasal 2
1.      Jenis tanah tersebut merupakan tanah persawahan yang luasnya 40 m2 yang berlokasi di Rt 02 Rw 2 Dusun Alasmalang, Desa Ngadirejo, Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek
2.      Pihak pertama menyatakan bahwa tanah yang dijadikan jaminan merupakan tanah pribadi dan bukan hak atau milik orang lain.
Pasal 3
Pihak debitur menjaminkan tanah tersebut sebagai jaminan atas hutangnya.
Pasal 4
Pihak kreditur telah menyerahkan uang kepada pihak debitur sebesar 20 juta yang merupakan permintaan dari pihak debitur.
Pasal 5
Apabila pihak debitur tidak bisa membayar sesuai dengan isi perjanjian dalam waktu 1 tahun maka pihak kreditur diperbolehkan untuk mengolah tanah milik pihak debitur dengan ketentuan-ketentuan Jika hasil panen sudah mencapai nominal senilai utang tersebut, maka dianggap kewajiban pihak kreditur gugur.
Pasal 6
Pihak debitur dapat mengambil kembali sertifikat tanah tersebut yang dijaminkan apabila pembayaran hutang telah dibayar pelunasannya oleh pihak debitur kepada pihak kreditur sesuai waktu yang telah disepakati dalam perjanjian.
Dalam perjanjian hutang piutang tersebut terdapat janji-janji tertentu yang berbunyi sebagai berikut “ Selama tanah tersebut dijadikan jaminan maka yang mengolah adala pihak debitur namun jika terjadi wanprestasi maka pihak kreditur lah yang mengolah tanah tersebut sampai hasilnya dapat mencukupi hutang dari pihak debitur.
Sedang untuk Penguasaan tanah dan pengelolaan tanah tersebut menurut wawancara dari pihak kreditur adalah penguasaan tanah dan pengelolaannya tetap pada pihak debitur namun apabila terjadi wanprestasai atau pihak debitur tidak mampu membayar maka pengelolaannya di kelola oleh pihak kreditur sampai setara dengan nominal hutang dari pihak debitur, tetapi penguasaan tanahnya tetap dalam penguasaan tanah tersebut tetap menjadi milik pihak debitur.
Dalam perjanjian hutang piutang antara bu Wasilah dengan pak Sudar mekanisme yang dipakai dalam pelunasan yakni dengan cara angsuran selama satu tahun, dengan besaran perbulan 1.750.000 juta. Hal ini dilakukan oleh kedua belah pihak karena rasa saling tolong menolong yang tinggi sehingga agar tidak memberatkan si debitur maka dilakukan dengan cara angsuran selama satu tahuan .
Dalam hal publikasi perjanjian tersebut tidak didaftrakan Karena merupakan perjanjian bawah tangan sehingga berbeda dengan mekanisme perjanjian yang sesuai peraturan perundang-undangan. Hal ini dilakukan karena mereka tidak ingin mempersulit diri dalam suatu perjanjian hutang piutang dengan jaminan tanah.
Menurut hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap bapak Sudar telah di peroleh keterangan mengapa perjanjian hutang piutang dengan jaminan tanah itu dilakukan secara bawah tangan dan tidak di daftrakan kepada badan pertanahan,, hal ini dikarenakan dalam pendaftaran di badan pertanahan itu ribet, tidak tahu cara mendaftarkannya, membutuhkan biaya yang tidak sedikit dalam pendaftaran tersebut serta menyita waktu untuk bekerja di sawah. Mereka lebih mementingkan rasa kepercayaan yang tinggi kepada orang lain sehingga mereka mau untuk menjadikan jaminan tanah tersebut kepada orang lain.
Dalam perjanjian tersebut peran dari pejabat atau perangkat desa setempat adalah sebagai pengukur tanah yang dijadikan jaminan hutang piutang yang dalam hal ini dilakukan oleh sekertaris desa serta perangkat yang lain.
Sedangkan langkah yang dilakukan dalam eksekusi jika terjadi wanprestasi maka pihak kreditur diperbolehkan untuk mengolah tanah milik pihak debitur dengan ketentuan-ketentuan Jika hasil panen sudah mencapai nominal senilai utang tersebut, maka dianggap kewajiban pihak kreditur gugur. Dan tidak seperti perjanjian yang dilakukan secara resmi yang apabila terjadi wanprestasi maka tanah akan dilelang dan apabila ada sisi dalam pelelangan itu akan di kembalikan kepada debitur.
Menurut hasil wawancara kepada bapak Sudar tentang bagaimana pengetahuan kedua belah pihak tentang jaminan dalam hukum positif dan hukum adat, bapak Sudar dan bu Wasilah kurang paham akan perjanjian hutang piutang dalam hukum positif karena pendidikan mereka hanya sampai tingkat SLTP sehingga tidak tahu akan adanya hukum positif tentang perjanjian hutang piutang dalam hukum positif. Mereka lebih cenderung menggunakan hukum adat mereka yakni melakukan perjanjian  hutang piutang dengan jaminan tanah yang dilakukan dengan cara bawah, yang dalam hal ini tidak ada aturan kusus dala hukum adat tentang pendaftaran perjanjian hutang piutang dan hukum adat sendiri lebih mementingkan kepercayaan anatar satu sama lain.
Analisis dari Sudut Pandang Normatif dan Sosiologis
Dari pemaparan hasil wawancara tentang kasus perjanjian hutang piutang yang dilakukan secara bawah tangan tersebut dapat penulis analisis dari sudut pandang Normatif dan sudut pandang Sosiologis.
Adapun dari Sudut pandang Normaitif adalah perjanjian hutang piutang tersebut temasuk perjanjian fidusia hal ini berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia kita jumpai pengertian fidusia yaitu : Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu.
Dengan dasar hukum diatas dapat di katakan bahwa bu Wasilah meminjam uang kepada bapak Sudar dengan menjaminkan tanah sawahnya sebagai jaminan yang tanah tersebut merupakan tanah miliki pribadi dari ibu Wasilah, dan perjanjian tersebut dilakukan secara kepercayaan (Fidusia). Sedangkan objek dari perjanjian hutang piutang tersebut  adalah tanah milik pribadi yang merupakan objek dari jaminan fidusia. Hal ini sesuai dengan undang-undang jaminan fidusia tentang objek dari jaminan fidusia yakni benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebankaan dengan hak tanggungan.
Sedangkan dalam masalah pendaftaran, perjanjian tersebut tidak sesuai dengan peraturan jaminan fidusia dalam pasal 11 ayat 1 yang berbunyi “Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan”. Walaupun diwajibkan, masih terpadat begitu banyak perjanjian yang tidak didaftarkan karean hal ini tidaka ada undang-undang yang secara tegas mengatur tentang pelanggaran apabila perjanjian tersebut tidak didaftarkan.
Jika perjanjian itu tidak didaftar yang mendapatkan potensi dirugikan adalah kreditur karena jika terjadi wanprestasi pada debitor maka barang yang dijaminkan itu menjadi milik pengolahan si kreditur sampai nominal dari hasil tanah tersebut mencukupi hutangnya. Hal ini tidak memberikan kepastian kepada pihak kreditur secara langsung karena harus menanti beberapa bulan piutangnya dapat kembali dan setelah utang terpenuhi maka tanah tersebut dikebalikan kepada debitur. Sedangkan yang menunjukan potensi adalah debitur karena ada unsur kemalasan dalam pelunasan utangnya karena jika wanprestasi pada debitur tanah yang dijaminkan sebagai jaminan hutang piutang oleh debitur dapat kembali kepada debitur setelah hasil dari tanah tersebut setara dengan nominal hutang tersebut. Dan jika tidak didaftrakan maka apabila terjadi wanprestasi maka tidak memiliki kekuatan hukum.  Hal ini tidak sesuai dengan prinsip perjanjian (jaminan) hutang piutang yang menjunjung tinggi asas keadilan dan sebisa mungkin sebuah perjanjian harus ada unsur keadilan.
Dari pemaparan wawancara tersebut jika dilihat dari sudut pandang sosiologis merupakan suatu fenomena yang terjadi dimasyarakat pedesanaan yang lebih mengutamakan tolong menolong dalam suatu hubungan perjanjian jaminan hutang piutang. Hal ini merupakan kultur masyaratkat Indonesia yang ingin selalu membantu dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Sehingga dalam perjanjian hutang piutang pun dilakukan secara kepercayaan dan jika terjadi wanprestasi keputusannya pun tidak begitu merugikan salah satu pihak. Hal ini merupakan sikap yang harus dipelihara karena dalam hal ini merupakan unsur dari keadilan yang harus dipenuhi serata hurus disertai dengan pendaftran perjanjian hutang piutang dengan jaminan tanah sehingga memiliki kekuatan hukum.
Pendapat Pribadi
Jika dilihat dari analisis normatif dan sosiologis maka penulis berpandangan bahwa perjanjian tersebut merupakan perjanjian yang relevan yang terjadi di masyarakat karena melihat kultur dari masyarakat yang kurang tahu akan perjanjian jaminan dalam hukum positif sehingga mereka lebih mengambil alternative untuk melakukan perjanjian sesuai dengan adat yang ada yang tidak didaftarkan.
Hal ini memang baik namun tidak mencerminkan rasa keadilan karena perjanjian tersebut tidak memiliki kepastian hukum yang berlaku di Negara Indonesia dan cenderung merugikan salah satu pihak. Seyogyanya perjanjian hendaknya di daftarkan sehingga memiliki kekuatan hukum dan memiliki aturan yang tetap.       
       

     

Selasa, 10 November 2015

JAMINAN FIDUSIA
A.    ISTILAH DAN PENGERTIAN JAMINAN FIDUSIA
 Istilah fidusia berasal dari bahasa belanda, yaitu fiducie, sedang dalam bahasa inggris di sebut fiduciary transfer of ownership, yang artinya kepercayaan.[1] Di dalam berbagai litelatur fidusia lazim di sebut dengan istilah eigondom overdract (FOC), yaitu penyerahan hak milik berdasarkan atas kepercayaan.[2] Di dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia kita jumpai pengertian fidusia yaitu :
“ Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu.”[3]
Yang diartikan dengan pengalihan hak kepemilikan adalah pemindahan hak kepemilikan dari pemberi fidusia kepada penerima fidusia atas dasar kepercayaan, dengan syarat bahwa benda yang menjadi objeknya tetap berada di tangan pemberi fidusia.
Di samping istilah fidusia, dikenal juga istilah jaminan fidusia. Istilah jaminan fidusia ini dikenal dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia adalah:
“ Hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan baik yang dapat di bebani hak tanggungan sebagaimana yang di maksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fudasia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberkan kedudukan yang di utamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.”[4]
      Unsur-unsur fidusia adalah:
1.      Adannya hak jaminan.
2.      Adanya objek, yaitu benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwuhud  dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang  tidak di bebani hak tanggungan. Ini berkaitan dengan pembebanan jaminan rumah susun.
3.      Benda menjadi objek jaminan tetap berada dalam penguasaan pemberi fudasia.
4.      Member kedudukan yang di utamakan kepada kreditur.
A.    LATAR BELAKANG TIMBULNYA LEMBAGA FIDUSIA
Latar belakang timbulnnya lembaga fidusia, sebagaimana di paparkan oleh para ahli adalah karena ketentuan undang-undang yang mengatur tentang lembaga pand (gadai) mengandung banyak kekurangan, tidak memenuhi kebutuhan masyarakat dan tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat dan hambatan itu meliputi:[5]
1.      Adanya asas inbezitstelling
Asas ini, menyaratkan bahwa kekuasaan atas bendanya harus berada pada pemegang gadai,sebagai mana yang di atur dalam pasal 1152 KUH Perdata. Ini merupakan hambatan yang berat bagi gadai atas benda-benda bergerak berwujud, karena pemberi gadai tidak dapat menggunakan benda-benda tersebut untuk keperluannya.
2.      Gadai  atas surat-surat piutang
Kelemahan dalam pelaksanaan gadai atas surat-surat piutang ini karena:
a.       Tidak adannya ketentuan ytentang cara penarikan dari piutang- piutang oleh si pemegang hak gadai.
b.      Tidak adanya ketentuan mengenai bentuk tertentu bagaimana gadai itu harus di laksanakan , misalnnya mengenai cara pemberitahuan tentang adanya gadai piutang –piutang tersebut kepada si debitur surat hutang, maka keadaan demikian tidak memuaskan bagi pemegang gadai. Dalam keadaaan ini berate financial si pemberi gadai menyerahkan diri sepenuhnya kepada debitur surat piutang tersebut, hal ini di anggap tidak baik dalam dunia perdagangan.
3.      Gadai kurang memuaskan , karena ketidak kepastian berkedudukan sebagai kreditur terkuat, sebagai mana tampak dalam  hal membagi hasil eksekusi , kreditur lain., yaitu pemegang hak privilege dapat berkedudukan lebih tinggi daraipada pemegang gadai.
Di Indonesia, lembaga fidusia lahir berdasarkan arrest hoggerechtshof 18 agustus 1932. Lahirnya arrest ini karena pengaruh asas konkordasi. Lahirnya arrest ini di pengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan yang mendesak dan pengusaha-pengusah kecil, pengecer, pedagang menengah, pedagang grosir yang memerlukan fasilitas kredit untuk usaha-usahannya. Perkembangan undang-undang fidusia sangat lambat, karena undang-undang yang mengatur tentang jaminan fidusia baru di undangkan pada tahun 1999, berkenaan dengan bergulirnya era reformasi.
B.     DASAR HUKUM JAMINAN FIDUSIA
Apabila kita mengkaji perkembangan yurisprudensi dan peraturan perundang-undang, yang menjadi dasar berlakunnya fidusia, dapat di sajikan berikut ini.
1.      Arrest hoge raad 1929, tertanggal 25 januari 1929 tentang bierbrouwerij arrest (negeri belanda)
2.      Arrest hoggerechtshof 18 agustus tentang BPM-Clynet arrest (Indonesia)
3.      Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia.
Selanjutnya dalam penjelasannya disebutkan maksud di tetapkannya undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia adalah:
1.      Menampung kebutuhan masyarakat mengenai pengaturan jaminan fidusia sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan untuk memberikan kepastian hokum kepada para pihak yang berkepentingan.
2.      Memberikan kemudahan bagi para pihak yang menggunakannya, khususnya bagi pemberi fidusia.
Undang-undang nomor 42 tahun 1999 terdiri atas 8 bab dan 41 pasal. Hal-hal yang di atur dalam undang-undang ini meliputi hal berikut ini.[6]
1.      Ketentuan umum (pasal 1)
Dalam pasal ini diatur tentang pengertian fidusia, jaminan fidusia, piutang,benda,pemberi fidusia, penerima fidusia, utang kreditur,debitur.
2.      Ruang lingkup (pasal 2 sampai pasal 3)
3.      Pembebanan, pendaftaran,pengalihan dan hapusnya jaminan fidusia (pasal 4 samapai pasal 26 undang-undang Nomor 4 Tahun 1999)
4.      Hak mendahului (pasal 27 sampai pasal 28 UU Nomer 4 Tahun 1999)
5.      Eksekusi jaminan fidusia (pasal 29 sampai pasal 34 UU Nomor 4 Tahun 1999)
6.      Ketentuan pidana (pasal 35 sampai pasal 36 UU Nomor 4 Tahun 1999)
7.      Ketentuan peralihan (pasal 37 sampai pasal 38 UU Nomor 4 Tahun 1999)
8.      Ketentuan penutup (pasal 39 sampai pasal 41 UU Nomor 4 Tahun 1999)
D. Objek dan Subjek Jaminan Fidusia
Sebelum Undang-undang Fidusia, pada umumnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia itu benda bergerak yang terdiri atas benda dalam persediaan, benda dagangan, piutang, peralatan mesian dan kendaraan bermontor. Dengan kata lain objek jaminan fidusia terbatas pada kebendaan bergerak. Guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, menurut Undang-Undang Fidusia objek jaminan Fidusia diberikan pengertian yang luas yaitu :[7]
1.      benda bergerak yang berwujud
2.      benda bergerak yang tidak berwujud
3.      benda tidak bergerak, yang tidak dapat dibebankan dengan Hak Tanggungan.
Dalam asal 1 angka 4 Undang-Undang Fidusia diberikan perumusan batasan yang dimaksud dengan benda yang menjadi objek jaminan fidusia sebagai berikut:
Benda adalah segala sesuatu yang dpat dimiliki dan dialihkan baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang tidak dapat dibebani Hak tanggungan atau hipotik.[8]
Sehingga dari rumusan dari Undang-Undang tersebut dapat dirumuskan bahwa objek dari Jaminan Fidusia meliputi:
1.      benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum
2.      dapat atas benda berwujud
3.      dapat atas benda tidak berwujud, termasuk piutang
4.       dapat atas benda terdaftar
5.      dapat atas benda yang tidak terdaftar
6.      benda bergerak
7.      benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebankaan dengan hak tanggungan
8.      benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebankan dengan hipotik.
Lebih lanjut ketentuan dalam pasal 3 Undang-Undang Fidusia menegaskan objek Jaminan Fidusia bertalian dengan ruang lingkup berlakunya Undang-Undang Fidusia, yaitu:
“Undang-undang ini tidak berlaku terhadap:
a.      Haak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar
b.      Hipotik atas kapal yang terdaftar denagn isi kotor berukuran 20 (dua puluh) M3 atau lebih
c.       Hipotik atas pesawat terbang
d.      Gadai.
Penjelasan atas Pasal 3 huruf a Undang-Undang Fidusia menyatakan:
Berdasarkan ketentaun ini, maka bangunan di atas tanah milik orang lain yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggunagn bedasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dapat dijadikan Objek Jaminan Fidusia.[9]
Benda yang dijadikan objek jaminan fidusia tidak hanya benda yang sudah ada pada saat Jaminan Fidusia tersebut dilakukan,akan tetapi meliputi pula benda yang diperoleh kemudian, dapat diberikan Jaminan fidusia. Kemungkinan ini ditegaskan dalam Pasal 9 Undang-Undang Fidusia yaitu:
1.      Jaminan fidusia dapat diberikan terhapad satu atau lebih satuan atau jenis benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian.
2.      Pembebanan jamina atas benda atau piutang yang diperoleh kemudiaan sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) tidak perlu dilakukan ddengan perjanjian jaminan tersendiri.
Selanjutnya ketentuan dalam pasal 10 Undang-Undang Fidusia mengatur secara khusus mengenai hasil dari benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang juga menjadi objek Jaminan Fidusia. Pasal 10 Undang-Undang Fidusia menyatakan :
Kecuali diperjanjikan lain:
a.      Jamina Fidusia meliputi hasil dari benda yang menjadi Jamina Fidusia
b.      Jamina Fidusian meliputi klaim asuaransi, dalam hal benda yang menjadi objek Jamina Fidusia diasuransikan.
Sedangkan Subjek dari Jamina Fidusia adalah merek yang mengikuti diri dalam perjanjian Jaminan Fidusia, yang terdiri atas pihak pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia. Menurut ketentuan dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Fidusia yang menjadi Pemberi Fidusia, bisa oran perseorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia. Dari pengertian tersebut, berarti Pemberi Fidusia tidak harus debiturnya sendiri, bisa pihak lain, dalam hal ini bertindak sebagai penjamin pihak ketiga yaitu mereka yang merupakan pemilik objek Jaminan Fidusia yang menyerahkan benda miliknya untuk dijadikan sebagai Jaminan Fidusia. bagi kita yang terpenting, bahwa pemberi Fidusia harus memiliki hak kepemilikan atas benda yang akan menjadi objek Jamina  Fidusia pada saat pemberian fidusia tersebut dilakukan.[10]
E. Pembebanan, bentuk dan subtansi Jaminan Fidusia
Pembebanan Jaminan Fidusia diatur dalam pasal 4 sampai dengan pasal 10 Undang-Undang nomor 4 tahun 1999. Sifat Jaminan Fidusia adalah perjanjian ikatan (accesoir) dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiaban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.
Pembebanan Jaminan Fidusia dilakukan dengan cara berikut:[11]
1.      Dibuat dengan akte notaries dalam bahasa Indonesia hal ini sesuai dengan Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Fidusia yang berbunyi: “Pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaries dalam bahasa Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia”.
Dalam Akta Jaminan Fidusia sekurang-kurangnya memuat :
a.       Identitas pihak pemberi fidusia dan penerima fidusia
b.      Data perjanjian poo ynag dijamin fidusia
c.       Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia
d.      Nilai penjaminan
e.       Nilai benda yang menjadi jaminan fidusia
2.      Utang yang pelunasannya dijaminkan dengan jaminan fidusia adalah:
a.       Utang yang telah ada
b.      Utang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu
c.       Utang yang pada utang eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok yang menimbulakan kewajiban memenuhi suatu prestasi
d.      Jaminan fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima fidusia atau kepada kuasa atau wakil dari penerima fidusia
e.       Jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis benda termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian.
Sedangkan subtansi akta pembebanan fidusia memuat sebagai berikut:
1)      Tanggal dibuatnya akta pembebanan fidusia
2)      Para pihak, yaitu pemberi dan penerima fidusia
3)      obyek fidusia ini tetap berada pada pemberi fidusia
4)      Asuransi obyek fidusia
5)      Perselisiahan
6)      Biaya pembuatan akta
7)      Saksi-saksi
8)      Tanda tangan para pihak.
F. PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA
Pendaftaran Jaminan Fidusia diatur dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 18 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Peraturan Pemerintah ini terdiri atas 4 bab dan 14 pasal. Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi pendaftaran fidusia, tata cara perbaikan sertifikat, perubahan sertifikat, pencoretan pendaftaran, dan penggantian sertifikat.[12]
Dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia ditentukan bahwa benda, baik yang berada di dalam wilayah Negara Republik Indonesia merupakan berada di luar wilayah negara Republik Indonesia yang dibebani Jaminan Fidusia wajib didaftarkan. Pendaftaran dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Untuk pertama kalinya Kantor Pendaftaran Fidusia didirikan di Jakarta dengan wilayah kerja mencakup RI. Tapi kini Kantor Pendaftaran Fidusia telah dibentuk pada setiap provinsi di Indonesia. Kantor Pendaftaran Fidusia berada dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.[13]
Tujuan Pendaftaran Jaminan Fidusia adalah :
1.      Untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan
2.      Memberikan hak yang didahulukan (freferen) kepada penerima fidusia terhadap kreditur lain. Ini disebabkan jaminan fidusia memberikan hak kepada penerima fidusia untuk tetap menguasai bendanya yang menjadi obyek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan (Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan BiAYA Pembuatan Akta Jaminan Fidusia).
Prosedur dalam pendaftaran jaminan fidusia, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 18 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia disajikan berikut ini :[14]
1.      Permohonan pendaftaran fidusia dilakuakan oleh penerima fidusia, kuasa, atau wakilnya pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Permohonan itu diajukan secara tertulis dala bahasa indonesia. Permohonan pendaftran itu dengan melampirkan pernyataan pedaftaran fidusia. Pernyataan itu memuat :
a.       Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia
b.      Tempat, nomor akta jaminan fidusia, nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia
c.       Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia
d.      Uraian mengenai objek benda jaminan yang menjadi obyek jaminan fidusia
e.       Nilai penjaminan
f.       Nilai benda yang menjadi obyek benda jaminan fidusia.
Permohonan itu dilengkapi dengan :[15]
a.       Salinan akta notaris tentang pembebanan jaminan fidusia
b.      Surat kuasa atau surat pendelegasian wewenang untuk melakukan pendaftaran jaminan fidusia
c.       Bukti pembayaran biaya pendaftaran jaminan fidusia (pasal 2 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia).
2.      Kantor Pendaftaran Fidusia dalam buku daftar fidusia pada tanggal penerimaan permohonan pendaftaran
3.      Membayar biaya pendaftaran fidusia
Biaya pendaftaran fidusia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Biaya pendaftaran fidusia disesuaikan dengan besarnya nilai penjaminnya. Apabila nilai penjaminnya kurang dari Rp. 50.000.000. maka besarnya biaya pendaftaran paling banyak Rp. 50.000. Besarnya biaya pendaftaran fidusia ini adalah 1 per mil dari nilai penjaminan (nilai kredit).
Walaupun biaya pembuatan akata jaminan telah ditentukan dalam Peraturan Pemerintah, namun para notaris juga telah menentukan tarif yang dikenakan kepada nasabah. Tarif yang ditentukan  oleh notaris sebesar 2% dari nilai jaminan. Oleh karena itu, diharapkan ke depan para notaris dapat memungut biaya dari nasabah sesuai dengan Peraturan Pemerintah.
4.       Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada Penerima Fidusia sertifikat jaminan fidusia pada tanggal yang sama dengan penerimaan permohonan pendaftaran. Sertifikat jaminan fidusia merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia. Hal-hal yang tercantum dalam sertifikat jaminan fidusia adalah :[16]
a.       Dalam judul sertifikat jaminan fidusia dicantumkan kata-kata “ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ” Sertifikat jaminan ini mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Apabila debitur cedera janji, penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi obyek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri.
b.      Di dalam sertifikat jamina fidusia dicantumkan hal-hal berikut ini :
1)      Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia
2)      Tempat, nomor akta jaminan fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia
3)      Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia
4)      Uraian mengenai objek benda jaminan yang menjadi objek jaminan fidusia
5)      Nilai penjaminan
6)      Nilai benda yang menjadi obyek benda jaminan fidusia
5.      Jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam Buku Daftar Fidusia.
Apabila terjadi kekeliruan penulisan dalam sertifikat jaminan fidusia yang telah diterima oleh Pemohon, dalam jangka waktu 60 hari setelah menerima sertifikat tersebut, pemohon memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia untuk diterbitkan sertifikat perbaikan. Sertifikat perbaikan memuat tanggal yang sama dengan tanggal sertifikat semula dan penerbitan sertifikat tidak dikeakan biaya (Pasal 5 ayat (1), (2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia).
Disamping itu, bahwa sertifikat jaminan fidusia tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan terhadap substansi. Yang dimaksud dengan perubahan substansi antara lain perubahan objek jaminan fidusia berikut dokumen terkait, perubahan penerima jaminan fidusia, perubahan perjanjian pokok yang dijamin fidusia, dan perubahan nilai jaminan. Apabila terjadi hal itu, prosedur yang ditempuh untuk mengadakan perubahan substansi disajikan berikut ini.
1.      Penerima fidusia wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan tersebut kepada kantor pendaftaran fidusia
2.      Kantor pendaftaran fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan perubahan, melakukan pencatatan perubahan tersebut dalam buku daftar fidusia dan menerbitkan pernyataan perubahan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari sertifikat jaminan fidusia (Pasal 16 Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia).
Keterangan mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang ada pada kantor pendaftaran fidusia terbuka untuk umum (Pasal 18 Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia). Di dalam pasal 17 Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia telah ditentukan larangan untuk melakukan fidusia ulang. Pasal ini berbunyi : “pemberi fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang sudah terdaftar”.
Fidusia ulang oleh pemberi fidusia, baik debitur maupun penjamin pihak ketiga tidak dimungkinkan atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia karena hak pemilikan atas benda tersebut telah beralih kepada penerima fidusia.  
I.     Hapusnnya Jaminan Fidusia
Apabila terjadi hal-hal tertentu, maka jaminan fidusia oleh hukum di anggap telah hapus. Kejadian-kejadian tersebut adalah sebagai berikut:[17]
1.      Hapusnya hutang yang dijamin oleh jaminan fidusia .
2.      Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia.
3.      Musnahnya benda yang menjadi jaminan fidusia (pasal 25 ayat (1) undang-undang fidusia No. 42 tahun 1999)
Hapusnya fidusia karena musnahnya hutang yang dijamin oleh fidusia adalah sebagai konsekuensi logis dari karakter perjanjian jaminan fidusia yang merupakan perjanjian ikutan (assessoir). Yakni assessoir terhadap perjanjian pokoknya berupa perjanjian hutang piutang. Jadi jika perjanjian hutang piutang, atau piutangnya lenyap karena alasan apa pun maka jaminan fidusia sebagai ikutannya juga ikut menjadi lenyap. Sementara itu, hapusnya fidusia karena pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia juga wajar, mengingat pihak penerima fidusia sebagai yang memiliki hak atas fidusia tersebut bebas untuk mempertahankan atau melepaskan haknya itu.[18]
Hapusnya fidusia akibat musnahnya barang jaminan fidusia tertentunya juga wajar, mengingat tidak mungkin ada manfaat lagi fidusia itu dipertahankan jika barang objek jaminan fidusia tersebut sudah tidak ada. Hanya saja dalam hal ini, jika ada pembayaran asuransi atas musnahnya barang tersebut (misalnya asuransi kebakaran, maka pembayaran asuransi tersebut menjadi haknya pihak penerima fidusia. (pasal 25 ayat (2) undang-undang fidusia no. 42 tahun 1999). Ada prosedur tertentu yang harus ditempuh manakala suatu jaminan fidusia hapus. Yakni harus di coret pencatatan jaminan fidusia di kantor pendaftaran fidusia. Selajutnya, kantor pendaftaran fidusia menerbitkan surat keterangan yang menyatakan bahwa sertifikat jaminan fidusia yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi. Dalam hal ini jaminan fidusia tersebut dicoret dari buku daftar fidusia yang ada pada kantor pendaftaran fidusia.[19]
J.      Ketentuan undang-undang fidusia no. 42 tahun 1999 yang bersangkutan tentang pengalihan dan hapusnya jaminan fidusia
Undang-undang tentang fidusia no. 42 tahun 1999 ada mengatur tentang pengalihan jaminan fidusia dan hapusnya jaminan fidusia. Ketentuan-ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:[20]
Pengalihan jaminan fidusia
Pasal 19
1)      Pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada kreditur baru.
2)      Beralihnya jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didaftarkan oleh kreditur baru kepada kantor pendaftaran fidusia.
Penjelasan :
Pasal 19
“pengalihan hak atas piutang” dalam ketentuan ini dikenal dengan istilah “cessei” yakni pengalihan piutang yang dilakukan dengan akta otenrtik atau akta di bawah tangan. Dengan adanya cessie ini ,maka segala hak dan kewajiban penerima fidusia lama beralih kepada penerima fidusia baru dan pengalihan hak atas piutang tersebut diberitahukan kepada pemberi fidusia.
Pasal 20
Jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan oleh kreditur baru kepada kantor pendaftaran fidusia.
Penjelasan :
Ketentuan  ini mengakui prinsip “droit de suite” yang telah merupakan bagian dari peraturan perundang-undagan yang berlaku dalam kaitanya dengan hak mutlak atas keberadaan (in rem).
Pasal 21
1)      Pemberi fidusia dapat mengalihkan benda persediaan yang menjadi obyek jaminan fidusia dengan cara dan prosedur yang lazim dilakukan dalam usaha perdagangan.
2)      Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, apabila telah terjadi cidera perjanjian oleh debitur dan atau pemberi fidusia pihak ketiga.
3)      Benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang telah dialihkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diganti oleh pemberi fidusia dengan objek yang setara.
4)      Dalam hal pemberi fidusia cidera janji, maka hasil pengalihan dan atau tagihan yang timbul karena pengalihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), demi hukum menjadi objek jaminan fidusia pengganti dari objek jaminan fidusia yang dialihkan.
Penjelasan :
Pasal 21
Ketentuan ini menegaskan kembali bahwa pemberi fidusia dapat mengalihakan benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia. Namun demikian untuk menjaga kepentingan penerima fidusia, maka benda yang dialihkan tersebut wajib diganti dengan objek yang setara.
Yang dimaksud dengan “mengalihkan” antara lain termasuk menjual atau menyewakan dalam rangka kegiatan usahanya.
Yang dimaksud dengan “setara” tidak hanya nilainya tetapi juga jenisnya.
Yang dimaksud dengan “cidera janji” adalah tidak memenuhi prestasi, baik yang berdasarkan perjanjian pokok, perjanjian jaminan fidusia, maupun perjanjian lainnya.
Pasal 22
Pembeli benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang merupakan benda persediaan bebas dari tuntutan meskipun pembeli tersebut mengetahui tentang adanya jaminan fidusia dengan ketentuan bahwa pembeli telah membayar lunas harga penjualan benda tersebut sesuai dengan harga pasar.
Penjelasan :
Pasal 22
Yang dimaksud dengan “harga pasar” adalah harga yang wajar yang berlaku di pasar pada saat penjualan benda tersebut . sehingga tidak mengesankan adanya penipuan dari pihak pemberi fidusia dalam melakuakn penjualan benda tersebut.
Pasal 23
1)      Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, apabila penerima fidusia setuju bahwa pemberi fidusia dapat menggunakan, menggabungakan, mencapur, atau mengalihkan benda atau hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia, atau menyetujui melakukan penagihan atau melakukan kompromi atas piutang, maka persetujuan tersebut tidak berarti bahwa penerima fidusia melepaskan jaminan fidusia.
2)      Pemberi fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis dahulu dari penerima fidusia.
Penjelasan :
Pasal 23
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “menggabungkan” adalah penyatuan bagian-bagian dari benda tersebut.
Yang dimaksud dengan “mencapur” adalah penyatuan benda yang sepadan dengan benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “benda yang tidak merupakan benda persediaan”, misalnya mesin produksi, mobil pribadi, atau rumah pribadi yang menjadi objek jaminan fidusia.an
Bagian keempat
Hapusnya jaminan fidusia[21]
Pasal 25
(1)   Jaminan fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut:
a.       Hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia.
b.      Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia, atau
c.       Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
(2)   Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia tidak menghapuskan klaim asuransi sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 huruf b.
(3)   Penerima fidusia memberitahukan kepada kantor pendaftaran fidusia mengenai hapusnya jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan melampirkan pernyataan mengenai hapusnya hutang, pelepasan hak atau musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut.
Penjelasan :
Ayat (1)
Sesuai dengan sifat ikutan dari jaminan fidusia, maka adanya jaminan fidusia bergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya.
Apabila piutang tersebut hapus karena hapusnya hutang atau karena pelepasan, maka dengan sendirinya jaminan fidusia yang bersangkutan menjadi hapus.
Yang dimaksud dengan “hapusnya hutang” antara lain karena pelunasan dan bukti hapusnya hutang berupa keterangan yang dibuat kreditur.
Ayat (2)
Dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia musnah dan benda tersebut diasuransikan maka klaim asuransi akan menjadi pengganti objek jaminan fidusia tersebut.
Pasal 26
(1)   Dengan hapusnya jaminan fidusia sebagaimana dimaksud  dalam pasal 25, kantor pendaftaran fidusia mencoret pencatatan jaminan fidusia dari buku daftar fidusia.
(2)   Kantor pendaftaran fidusia menerbitkan surat keterangan yang menyatakan sertifikat jaminan fidusia yang bersangkutan tidak berlaku lagi.

K.    Hak Mendahului
Hak mendahului diatur dalam pasal 27 sampai dengan pasal 28 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999. Yang dimaksud dengan hak mendahului adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Dari definisi ini jelas bahwa hak untuk mengambil pelunasan piutang yang diutamakan / didahulukan kepada penerima fidusia. Namun apabila benda yang sama dijadikan objek jaminan fidusia lebih dari satu jaminan fidusia, maka hak yang didahulukan diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya pada Kantor Pendaftaran Fidusia.[22]

L.     Eksekusi Jaminan Fidusia
Eksekusi jaminan fidusia diatur dalam pasal 29 – 34 UU No 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia. Yang dimaksud dengan jaminan fidusia adalah penitaan dan penjualan benda yang menjadi object jaminan fidusia. Yang menjadi penyebab timbulnya eksekusi jaminan fidusia adalah karena debitur atau pemberi fidusia cedera janji atau tidak memenuhi presentasinya tepat pada waktunya kepada penerima fidusia walaupun mereka telah diberikan somasi (teguran untuk membayar).[23]
Ada 3 cara eksekusi beda jaminan fidusia :[24]
1.      Pelaksanaan titel eksekutorial (alas hak eksekusi) oleh penerima fidusia. Yang dimaksud disini adalah tulisan yang mengandung pelaksanaan putusan pengadilan yang memberikan dasar untuk penyitaan dan lelang sita tanpa perantara hakim.
2.      Penjualan benda yang menjadi object jaminan fidusia sendiri melaui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan.
3.      Penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperileh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.penjualan ini dilakukan lewat waktu 1 bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan penerima fidusia kepada pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnyaa dalam 2 surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan. (pasal 29 UU nomor 42 tahun 1999)
Untuk melakukan eksekusi terhadap object jaminan fidusia maka pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi object jaminan fidusia.
Ada 2 kemungkinan dari hasil pelelangan atau penjualan barang jaminan fidusia, yaiutu :[25]
1.      Hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, penerima fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberi fidusia.
2.      Hasil eksekusi tidak mencakupi untuk pelunasan utang, debitur atau pemberi fidusia tetap bertanggungjawab atas utang yang belum dibayar.
Ada 2 janji yang dilarang dalam pelaksanaan eksekusi object jaminan fidusia yaitu :
1.      Janji melaksanakan eksekusi terhadap benda yang menjadi object jaminan fidusia dengan cara bertentangan dengan pasal 29 UU no 42 thn 1999.
2.      Janji yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur cedera janji.

M.   Tindak pidana dalam UU no 42 tahun 1999
Ketentuan pidana ditaur dalam pasal 35 sampai dengan pasal 36 UU No 42 tahun 1999 mengenai jaminan fidusia, ada 2 pidana yang diatur dalam UU no 42 tahun 1999, yaitu sengaja melakukan pemalsuan dan pemberian fidusia tanpa persetujuan tertulis dari penerima fidusia. Dalam psal 35 UU no 42 tahun 1999 pasal ini berbunyi :[26]

“Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian Jaminan Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah)”
Unsur-unsur pidana yang harus dipenuhi supaya pelaku dapat dituntut berdasarkan ketentuan pasal ini, yaitu :
1.      Sengaja memalsukan
2.      Mengubah
3.      Menghilangkan dengan cara apapun
4.      Diketahui oleh salah satu pihak
5.      Tidak melahirkan jaminan fidusia.
Pemberi fidusia tanpa persetujuan penerima fidusia diatur dalam pasal 36 UU no 42 tahun 1999 yang berbunyi :[27]

“Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang menjadi obyek jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Unsur-unsur pidana yang harus dipenuhi supaya pelaku dapat dituntut berdasarkan pasal ini yaitu :
1.      pemberian fidusia, yang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan.
2.      Benda objek fidusia
3.      Tanpa persetujuan tertulis
4.      Penerima fidusia.


Daftar Pustaka
Akhmad Surya Dilaga, Robby, Eksekusi Jaminan Fidusia Yang Belum Didaftarkan (Studi di PT. Sinar Mitra Sepadan Finance, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Mataram, 2014.

Dianingsih, Tri, Tinjauan Pelaksanaan Hak Pengawasan Jaminan Fidusia Oleh BPR (Studi Pada Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia di PD. BPR BPK Boyolali Kota Cab. Nogosari), Skripsi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008.

Fuady, Munir, Jaminan Fidusia, Bandung, Citra Aditiya Bakti, 2003.

Puguh Eko Suprihadi dan Ivan Zairani Lisi, Tinjuan Yuridis Terhadap Benda Jaminan Fidusia Yang Dirampas Oleh Negara Akibat Tindak Pidana Illegal Logging Di Kutai Timur, Jurnal Braja Niti Universitas Mulawarman Volume 2 Nomor 11 Tahun 2013.

HS, Salim, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo, 2014.

J.Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Bandung, Citra Aditiya Bakti, 2002.

Peraturan Pemerintah RI No 21 tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Jaminan Fidusia.

Pratiwi Silianto, Melissa, Perlindungan Kreditur Bagi Pemegang Hak Tanggungan Terhadap Perampasan Benda Jaminan Sebidang Hak Atas Tanah dan Bangunan Ruko Yang Dilakukan Negara, Calyptra, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Volume 3 No 1 Tahun 2014.

Theresia Tjoeinata, Anita, Perlindungan Bagi Debitur Terhadap Ekeskusi Objek Jaminan Fidusia Tanpa Sertifikat Jaminan Fidusia Oleh Perusahaan Leasing, Calyptra, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Volume 3 No 1 Tahun 2014.
Ulan Dini, Widia Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Perjanjian Pembaiayaan Dengan Jamian Fidusia (Studi di PT. Astra Sedaya Finance), Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Mataram, 2015.

Usman, Rachmadi, Hukum Jaminan Keperdataan, Jakarta, Senira Grafika, 2009.


http://bramfikma.blogspot.co.id/2013/01/jaminan-fidusia.html, diakeses pada tanggal 20 oktober 2015 pukul 15:20.










      





[1] Puguh Eko Suprihadi dan Ivan Zairani Lisi, Tinjuan Yuridis Terhadap Benda Jaminan Fidusia Yang Dirampas Oleh Negara Akibat Tindak Pidana Illegal Logging Di Kutai Timur, (Jurnal Braja Niti Universitas Mulawarman Volume 2 Nomor 11 Tahun 2013), hal,… 6.
[2] Tri Dianingsih, Tinjauan Pelaksanaan Hak Pengawasan Jaminan Fidusia Oleh BPR (Studi Pada Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia di PD. BPR BPK Boyolali Kota Cab. Nogosari), (Skripsi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008), hal,…5.
[3] Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Senira Grafika, 2009), hal,….151.
[4] Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo, 2014),hal,…57.
[5] Ibid, hal,…. 57-60.
[6] Ibid, hal,….63.
[7] Melissa Pratiwi Silianto, Perlindungan Kreditur Bagi Pemegang Hak Tanggungan Terhadap Perampasan Benda Jaminan Sebidang Hak Atas Tanah dan Bangunan Ruko Yang Dilakukan Negara, (Calyptra, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Volume 3 No 1 Tahun 2014), hal,…5.

[8] J.Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, (Bandung: Citra Aditiya Bakti: 2002), hal, 174.
[9] Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan,, hal,….177.
[10] Ibid, hal,…185.
[11] Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, hal,…..65.
[12] Anita Theresia Tjoeinata, Perlindungan Bagi Debitur Terhadap Ekeskusi Objek Jaminan Fidusia Tanpa Sertifikat Jaminan Fidusia Oleh Perusahaan Leasing, (Calyptra, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Volume 3 No 1 Tahun 2014), hal,…4.
[13] Munir Fuady, Jaminan Fidusia, (Bandung: Citra Aditiya Bakti, 2003), hal,….30.
[14] Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, hal,…..83-86.
[16] http://bramfikma.blogspot.co.id/2013/01/jaminan-fidusia.html, diakeses pada tanggal 20 oktober 2015 pukul 15:20.
[17] J.Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, hal,….178.
[20] Munir Fuady, Jaminan Fidusia, hal,….51-55.
[21] Peraturan Pemerintah RI No 21 tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Jaminan Fidusia.
[23] Robby Akhmad Surya Dilaga, Eksekusi Jaminan Fidusia Yang Belum Didaftarkan (Studi di PT. Sinar Mitra Sepadan Finance, (Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Mataram, 2014), hal,.. 8.
[24] Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, hal,….90.
[25] Ibid, hal,…91.
[26] Ibid, hal,… 92.
[27] Widia Ulan Dini, Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Perjanjian Pembaiayaan Dengan Jamian Fidusia (Studi di PT. Astra Sedaya Finance),( Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Mataram, 2015), hal,..7.