Tugas UTS Hukum Jaminan (Perjanjian Hutang Piutang Dengan Jaminan
Tanah di Dusun Alasmalang, Desa Ngadirejo, Pogalan, Trenggalek)
Nama : Sukron Ni’am
Nim : (2822133020)
Hasil
Wawancara
Di suatu tempat
yakni di RT 04 Rw 02 Dusun Alasmalang, Desa Ngadirejo, Kecamatan Pogalan, Kabupaten
Trenggalek terdapat sebuah kasus tentang perjanjian hutang piutang yang
dilakukan secara bawah tangan dengan
barang yang dijadikan jaminan adalah sebuah petak sawah.
Perjanjian
Hutang piutang dilakukan oleh Ibu Wasilah sebagai pihak Debitur dengan alamat
di Rt 04 Rw 02 Dusun Alasmalang, Desa Ngadirejo, Kecamatan Pogalan, kabupaten
Trenggalek. Pekerjaan ibu Wasilah adalah petani yang ssekarang ini berusia 45 tahun dan hidup sendiri karena
suaminya telah meninggal 20 tahun yang lalu. Sedangkan yang menjadi krediturnya
adalah bapak Sudar yang beralamat di Rt 05 Rw 02 Dusun Alasmalang, Desa
Ngadirejo, Kecamatan Pogalan, kabupaten Trenggalek. Bapak Sudar berprofesi
sebagai seorang wirasuwasta yang sekarang ini berusia sekitar 57 tahun.
Adapun
kronologi perjanjian hutang piutang dengan jaminan tanah yang dilakukan secara
bawah tangan terjadi sekitar tiga tahun yang lalu yakni sekitar bulan Juli
tahun 2012. Perjanjian yang dilakukan
oleh kedua belah pihak bertempat di rumah bapak Sudar sebagai pemberi hutang
karena alasan yang membutuhkan hutang hendaknya mendatangi yang hendak
meminjaminya.
Latarbelakang
ibu Wasilah melakukan hutang piutang dengan jaminan tanah, dikarenakan ibu
Wasilah mengalami kendala dalam keuangan yakni ibu Wasilah harus membiayai
biaya pendidikan anaknya untuk kuliyah. Dengan demikian beliau memutuskan untuk
meminjam sejumlah uang yang bernilai 20 juta rupiah kepada bapak Sudar dengan
jaminan sertifikat tanah persawahan yang luasnya 40 m2 atau 40 ru.
Adapun mengenai
hak dan kewajiban dari keduanya yang harus terpenuhi oleh keduanya sebagai berikut :
Pasal 1 pihak
Debitur menjaminkan tanah seluas 40 m2 atau 40 ru yang berlokasi di
Rt 02 Rw 2 Dusun Alasmalang, Desa Ngadirejo, Kecamatan Pogalan, Kabupaten
Trenggalek, yang lebih tepatnya tanah tersebut berada di area persawahan yang dekat dengan pemukiman
penduduk dusun Alasmalang. Pihak kreditur telah menerima jaminan tanah tersebut
dari pihak pertama seperti yang disebutkan diatas.
Pasal 2
1.
Jenis
tanah tersebut merupakan tanah persawahan yang luasnya 40 m2 yang
berlokasi di Rt 02 Rw 2 Dusun Alasmalang, Desa Ngadirejo, Kecamatan Pogalan,
Kabupaten Trenggalek
2.
Pihak
pertama menyatakan bahwa tanah yang dijadikan jaminan merupakan tanah pribadi
dan bukan hak atau milik orang lain.
Pasal 3
Pihak debitur menjaminkan tanah tersebut sebagai jaminan atas
hutangnya.
Pasal 4
Pihak kreditur
telah menyerahkan uang kepada pihak debitur sebesar 20 juta yang merupakan
permintaan dari pihak debitur.
Pasal 5
Apabila pihak
debitur tidak bisa membayar sesuai dengan isi perjanjian dalam waktu 1 tahun
maka pihak kreditur diperbolehkan untuk mengolah tanah milik pihak debitur
dengan ketentuan-ketentuan Jika hasil panen sudah mencapai nominal senilai
utang tersebut, maka dianggap kewajiban pihak kreditur gugur.
Pasal 6
Pihak debitur
dapat mengambil kembali sertifikat tanah tersebut yang dijaminkan apabila
pembayaran hutang telah dibayar pelunasannya oleh pihak debitur kepada pihak
kreditur sesuai waktu yang telah disepakati dalam perjanjian.
Dalam
perjanjian hutang piutang tersebut terdapat janji-janji tertentu yang berbunyi
sebagai berikut “ Selama tanah tersebut dijadikan jaminan maka yang mengolah
adala pihak debitur namun jika terjadi wanprestasi maka pihak kreditur lah yang
mengolah tanah tersebut sampai hasilnya dapat mencukupi hutang dari pihak
debitur.
Sedang untuk Penguasaan
tanah dan pengelolaan tanah tersebut menurut wawancara dari pihak kreditur
adalah penguasaan tanah dan pengelolaannya tetap pada pihak debitur namun
apabila terjadi wanprestasai atau pihak debitur tidak mampu membayar maka
pengelolaannya di kelola oleh pihak kreditur sampai setara dengan nominal
hutang dari pihak debitur, tetapi penguasaan tanahnya tetap dalam penguasaan
tanah tersebut tetap menjadi milik pihak debitur.
Dalam
perjanjian hutang piutang antara bu Wasilah dengan pak Sudar mekanisme yang
dipakai dalam pelunasan yakni dengan cara angsuran selama satu tahun, dengan
besaran perbulan 1.750.000 juta. Hal ini dilakukan oleh kedua belah pihak
karena rasa saling tolong menolong yang tinggi sehingga agar tidak memberatkan
si debitur maka dilakukan dengan cara angsuran selama satu tahuan .
Dalam hal
publikasi perjanjian tersebut tidak didaftrakan Karena merupakan perjanjian
bawah tangan sehingga berbeda dengan mekanisme perjanjian yang sesuai peraturan
perundang-undangan. Hal ini dilakukan karena mereka tidak ingin mempersulit
diri dalam suatu perjanjian hutang piutang dengan jaminan tanah.
Menurut hasil
wawancara yang penulis lakukan terhadap bapak Sudar telah di peroleh keterangan
mengapa perjanjian hutang piutang dengan jaminan tanah itu dilakukan secara
bawah tangan dan tidak di daftrakan kepada badan pertanahan,, hal ini
dikarenakan dalam pendaftaran di badan pertanahan itu ribet, tidak tahu cara
mendaftarkannya, membutuhkan biaya yang tidak sedikit dalam pendaftaran
tersebut serta menyita waktu untuk bekerja di sawah. Mereka lebih mementingkan
rasa kepercayaan yang tinggi kepada orang lain sehingga mereka mau untuk
menjadikan jaminan tanah tersebut kepada orang lain.
Dalam
perjanjian tersebut peran dari pejabat atau perangkat desa setempat adalah
sebagai pengukur tanah yang dijadikan jaminan hutang piutang yang dalam hal ini
dilakukan oleh sekertaris desa serta perangkat yang lain.
Sedangkan
langkah yang dilakukan dalam eksekusi jika terjadi wanprestasi maka pihak
kreditur diperbolehkan untuk mengolah tanah milik pihak debitur dengan
ketentuan-ketentuan Jika hasil panen sudah mencapai nominal senilai utang
tersebut, maka dianggap kewajiban pihak kreditur gugur. Dan tidak seperti
perjanjian yang dilakukan secara resmi yang apabila terjadi wanprestasi maka
tanah akan dilelang dan apabila ada sisi dalam pelelangan itu akan di
kembalikan kepada debitur.
Menurut hasil
wawancara kepada bapak Sudar tentang bagaimana pengetahuan kedua belah pihak
tentang jaminan dalam hukum positif dan hukum adat, bapak Sudar dan bu Wasilah
kurang paham akan perjanjian hutang piutang dalam hukum positif karena
pendidikan mereka hanya sampai tingkat SLTP sehingga tidak tahu akan adanya
hukum positif tentang perjanjian hutang piutang dalam hukum positif. Mereka
lebih cenderung menggunakan hukum adat mereka yakni melakukan perjanjian hutang piutang dengan jaminan tanah yang
dilakukan dengan cara bawah, yang dalam hal ini tidak ada aturan kusus dala hukum
adat tentang pendaftaran perjanjian hutang piutang dan hukum adat sendiri lebih
mementingkan kepercayaan anatar satu sama lain.
Analisis dari
Sudut Pandang Normatif dan Sosiologis
Dari pemaparan
hasil wawancara tentang kasus perjanjian hutang piutang yang dilakukan secara
bawah tangan tersebut dapat penulis analisis dari sudut pandang Normatif dan
sudut pandang Sosiologis.
Adapun dari
Sudut pandang Normaitif adalah perjanjian hutang piutang tersebut temasuk
perjanjian fidusia hal ini berdasarkan pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia kita jumpai
pengertian fidusia yaitu : Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan
tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu.
Dengan dasar hukum diatas dapat di
katakan bahwa bu Wasilah meminjam uang kepada bapak Sudar dengan menjaminkan
tanah sawahnya sebagai jaminan yang tanah tersebut merupakan tanah miliki
pribadi dari ibu Wasilah, dan perjanjian tersebut dilakukan secara kepercayaan
(Fidusia). Sedangkan objek dari perjanjian hutang piutang tersebut adalah tanah milik pribadi yang merupakan
objek dari jaminan fidusia. Hal ini sesuai dengan undang-undang jaminan fidusia
tentang objek dari jaminan fidusia yakni benda
tidak bergerak yang tidak dapat dibebankaan dengan hak tanggungan.
Sedangkan dalam
masalah pendaftaran, perjanjian tersebut tidak sesuai dengan peraturan jaminan
fidusia dalam pasal 11 ayat 1 yang berbunyi “Benda yang dibebani dengan Jaminan
Fidusia wajib didaftarkan”. Walaupun diwajibkan, masih terpadat begitu banyak
perjanjian yang tidak didaftarkan karean hal ini tidaka ada undang-undang yang
secara tegas mengatur tentang pelanggaran apabila perjanjian tersebut tidak
didaftarkan.
Jika perjanjian
itu tidak didaftar yang mendapatkan potensi dirugikan adalah kreditur karena
jika terjadi wanprestasi pada debitor maka barang yang dijaminkan itu menjadi
milik pengolahan si kreditur sampai nominal dari hasil tanah tersebut mencukupi
hutangnya. Hal ini tidak memberikan kepastian kepada pihak kreditur secara
langsung karena harus menanti beberapa bulan piutangnya dapat kembali dan
setelah utang terpenuhi maka tanah tersebut dikebalikan kepada debitur.
Sedangkan yang menunjukan potensi adalah debitur karena ada unsur kemalasan dalam
pelunasan utangnya karena jika wanprestasi pada debitur tanah yang dijaminkan
sebagai jaminan hutang piutang oleh debitur dapat kembali kepada debitur
setelah hasil dari tanah tersebut setara dengan nominal hutang tersebut. Dan
jika tidak didaftrakan maka apabila terjadi wanprestasi maka tidak memiliki
kekuatan hukum. Hal ini tidak sesuai
dengan prinsip perjanjian (jaminan) hutang piutang yang menjunjung tinggi asas
keadilan dan sebisa mungkin sebuah perjanjian harus ada unsur keadilan.
Dari pemaparan wawancara
tersebut jika dilihat dari sudut pandang sosiologis merupakan suatu fenomena
yang terjadi dimasyarakat pedesanaan yang lebih mengutamakan tolong menolong
dalam suatu hubungan perjanjian jaminan hutang piutang. Hal ini merupakan
kultur masyaratkat Indonesia yang ingin selalu membantu dan menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan. Sehingga dalam perjanjian hutang piutang pun dilakukan
secara kepercayaan dan jika terjadi wanprestasi keputusannya pun tidak begitu
merugikan salah satu pihak. Hal ini merupakan sikap yang harus dipelihara
karena dalam hal ini merupakan unsur dari keadilan yang harus dipenuhi serata
hurus disertai dengan pendaftran perjanjian hutang piutang dengan jaminan tanah
sehingga memiliki kekuatan hukum.
Pendapat Pribadi
Jika dilihat
dari analisis normatif dan sosiologis maka penulis berpandangan bahwa
perjanjian tersebut merupakan perjanjian yang relevan yang terjadi di
masyarakat karena melihat kultur dari masyarakat yang kurang tahu akan
perjanjian jaminan dalam hukum positif sehingga mereka lebih mengambil alternative
untuk melakukan perjanjian sesuai dengan adat yang ada yang tidak didaftarkan.
Hal ini memang
baik namun tidak mencerminkan rasa keadilan karena perjanjian tersebut tidak
memiliki kepastian hukum yang berlaku di Negara Indonesia dan cenderung
merugikan salah satu pihak. Seyogyanya perjanjian hendaknya di daftarkan
sehingga memiliki kekuatan hukum dan memiliki aturan yang tetap.
Nilai 70. Satuan luas tanah meter dengan ru adalah dua hal yang berbeda. Barang tidak bergerak bukan objek perjanjian fidusia.
BalasHapus