Selasa, 17 November 2015

Tugas UTS Hukum Jaminan (Perjanjian Hutang Piutang Dengan Jaminan Tanah di Dusun Alasmalang, Desa Ngadirejo, Pogalan, Trenggalek)
Nama   : Sukron Ni’am
Nim     : (2822133020)
Hasil Wawancara
Di suatu tempat yakni di RT 04 Rw 02 Dusun Alasmalang, Desa Ngadirejo, Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek terdapat sebuah kasus tentang perjanjian hutang piutang yang dilakukan secara bawah tangan dengan  barang yang dijadikan jaminan adalah sebuah petak sawah.
Perjanjian Hutang piutang dilakukan oleh Ibu Wasilah sebagai pihak Debitur dengan alamat di Rt 04 Rw 02 Dusun Alasmalang, Desa Ngadirejo, Kecamatan Pogalan, kabupaten Trenggalek. Pekerjaan ibu Wasilah adalah petani yang ssekarang ini  berusia 45 tahun dan hidup sendiri karena suaminya telah meninggal 20 tahun yang lalu. Sedangkan yang menjadi krediturnya adalah bapak Sudar yang beralamat di Rt 05 Rw 02 Dusun Alasmalang, Desa Ngadirejo, Kecamatan Pogalan, kabupaten Trenggalek. Bapak Sudar berprofesi sebagai seorang wirasuwasta yang sekarang ini berusia sekitar 57 tahun.
Adapun kronologi perjanjian hutang piutang dengan jaminan tanah yang dilakukan secara bawah tangan terjadi sekitar tiga tahun yang lalu yakni sekitar bulan Juli tahun 2012. Perjanjian  yang dilakukan oleh kedua belah pihak bertempat di rumah bapak Sudar sebagai pemberi hutang karena alasan yang membutuhkan hutang hendaknya mendatangi yang hendak meminjaminya.
Latarbelakang ibu Wasilah melakukan hutang piutang dengan jaminan tanah, dikarenakan ibu Wasilah mengalami kendala dalam keuangan yakni ibu Wasilah harus membiayai biaya pendidikan anaknya untuk kuliyah. Dengan demikian beliau memutuskan untuk meminjam sejumlah uang yang bernilai 20 juta rupiah kepada bapak Sudar dengan jaminan sertifikat tanah persawahan yang luasnya 40 m2 atau 40 ru.
Adapun mengenai hak dan kewajiban dari keduanya yang harus terpenuhi oleh keduanya  sebagai berikut :
Pasal 1 pihak Debitur menjaminkan tanah seluas 40 m2 atau 40 ru yang berlokasi di Rt 02 Rw 2 Dusun Alasmalang, Desa Ngadirejo, Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek, yang lebih tepatnya tanah tersebut berada di  area persawahan yang dekat dengan pemukiman penduduk dusun Alasmalang. Pihak kreditur telah menerima jaminan tanah tersebut dari pihak pertama seperti yang disebutkan diatas.
Pasal 2
1.      Jenis tanah tersebut merupakan tanah persawahan yang luasnya 40 m2 yang berlokasi di Rt 02 Rw 2 Dusun Alasmalang, Desa Ngadirejo, Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek
2.      Pihak pertama menyatakan bahwa tanah yang dijadikan jaminan merupakan tanah pribadi dan bukan hak atau milik orang lain.
Pasal 3
Pihak debitur menjaminkan tanah tersebut sebagai jaminan atas hutangnya.
Pasal 4
Pihak kreditur telah menyerahkan uang kepada pihak debitur sebesar 20 juta yang merupakan permintaan dari pihak debitur.
Pasal 5
Apabila pihak debitur tidak bisa membayar sesuai dengan isi perjanjian dalam waktu 1 tahun maka pihak kreditur diperbolehkan untuk mengolah tanah milik pihak debitur dengan ketentuan-ketentuan Jika hasil panen sudah mencapai nominal senilai utang tersebut, maka dianggap kewajiban pihak kreditur gugur.
Pasal 6
Pihak debitur dapat mengambil kembali sertifikat tanah tersebut yang dijaminkan apabila pembayaran hutang telah dibayar pelunasannya oleh pihak debitur kepada pihak kreditur sesuai waktu yang telah disepakati dalam perjanjian.
Dalam perjanjian hutang piutang tersebut terdapat janji-janji tertentu yang berbunyi sebagai berikut “ Selama tanah tersebut dijadikan jaminan maka yang mengolah adala pihak debitur namun jika terjadi wanprestasi maka pihak kreditur lah yang mengolah tanah tersebut sampai hasilnya dapat mencukupi hutang dari pihak debitur.
Sedang untuk Penguasaan tanah dan pengelolaan tanah tersebut menurut wawancara dari pihak kreditur adalah penguasaan tanah dan pengelolaannya tetap pada pihak debitur namun apabila terjadi wanprestasai atau pihak debitur tidak mampu membayar maka pengelolaannya di kelola oleh pihak kreditur sampai setara dengan nominal hutang dari pihak debitur, tetapi penguasaan tanahnya tetap dalam penguasaan tanah tersebut tetap menjadi milik pihak debitur.
Dalam perjanjian hutang piutang antara bu Wasilah dengan pak Sudar mekanisme yang dipakai dalam pelunasan yakni dengan cara angsuran selama satu tahun, dengan besaran perbulan 1.750.000 juta. Hal ini dilakukan oleh kedua belah pihak karena rasa saling tolong menolong yang tinggi sehingga agar tidak memberatkan si debitur maka dilakukan dengan cara angsuran selama satu tahuan .
Dalam hal publikasi perjanjian tersebut tidak didaftrakan Karena merupakan perjanjian bawah tangan sehingga berbeda dengan mekanisme perjanjian yang sesuai peraturan perundang-undangan. Hal ini dilakukan karena mereka tidak ingin mempersulit diri dalam suatu perjanjian hutang piutang dengan jaminan tanah.
Menurut hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap bapak Sudar telah di peroleh keterangan mengapa perjanjian hutang piutang dengan jaminan tanah itu dilakukan secara bawah tangan dan tidak di daftrakan kepada badan pertanahan,, hal ini dikarenakan dalam pendaftaran di badan pertanahan itu ribet, tidak tahu cara mendaftarkannya, membutuhkan biaya yang tidak sedikit dalam pendaftaran tersebut serta menyita waktu untuk bekerja di sawah. Mereka lebih mementingkan rasa kepercayaan yang tinggi kepada orang lain sehingga mereka mau untuk menjadikan jaminan tanah tersebut kepada orang lain.
Dalam perjanjian tersebut peran dari pejabat atau perangkat desa setempat adalah sebagai pengukur tanah yang dijadikan jaminan hutang piutang yang dalam hal ini dilakukan oleh sekertaris desa serta perangkat yang lain.
Sedangkan langkah yang dilakukan dalam eksekusi jika terjadi wanprestasi maka pihak kreditur diperbolehkan untuk mengolah tanah milik pihak debitur dengan ketentuan-ketentuan Jika hasil panen sudah mencapai nominal senilai utang tersebut, maka dianggap kewajiban pihak kreditur gugur. Dan tidak seperti perjanjian yang dilakukan secara resmi yang apabila terjadi wanprestasi maka tanah akan dilelang dan apabila ada sisi dalam pelelangan itu akan di kembalikan kepada debitur.
Menurut hasil wawancara kepada bapak Sudar tentang bagaimana pengetahuan kedua belah pihak tentang jaminan dalam hukum positif dan hukum adat, bapak Sudar dan bu Wasilah kurang paham akan perjanjian hutang piutang dalam hukum positif karena pendidikan mereka hanya sampai tingkat SLTP sehingga tidak tahu akan adanya hukum positif tentang perjanjian hutang piutang dalam hukum positif. Mereka lebih cenderung menggunakan hukum adat mereka yakni melakukan perjanjian  hutang piutang dengan jaminan tanah yang dilakukan dengan cara bawah, yang dalam hal ini tidak ada aturan kusus dala hukum adat tentang pendaftaran perjanjian hutang piutang dan hukum adat sendiri lebih mementingkan kepercayaan anatar satu sama lain.
Analisis dari Sudut Pandang Normatif dan Sosiologis
Dari pemaparan hasil wawancara tentang kasus perjanjian hutang piutang yang dilakukan secara bawah tangan tersebut dapat penulis analisis dari sudut pandang Normatif dan sudut pandang Sosiologis.
Adapun dari Sudut pandang Normaitif adalah perjanjian hutang piutang tersebut temasuk perjanjian fidusia hal ini berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia kita jumpai pengertian fidusia yaitu : Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu.
Dengan dasar hukum diatas dapat di katakan bahwa bu Wasilah meminjam uang kepada bapak Sudar dengan menjaminkan tanah sawahnya sebagai jaminan yang tanah tersebut merupakan tanah miliki pribadi dari ibu Wasilah, dan perjanjian tersebut dilakukan secara kepercayaan (Fidusia). Sedangkan objek dari perjanjian hutang piutang tersebut  adalah tanah milik pribadi yang merupakan objek dari jaminan fidusia. Hal ini sesuai dengan undang-undang jaminan fidusia tentang objek dari jaminan fidusia yakni benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebankaan dengan hak tanggungan.
Sedangkan dalam masalah pendaftaran, perjanjian tersebut tidak sesuai dengan peraturan jaminan fidusia dalam pasal 11 ayat 1 yang berbunyi “Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan”. Walaupun diwajibkan, masih terpadat begitu banyak perjanjian yang tidak didaftarkan karean hal ini tidaka ada undang-undang yang secara tegas mengatur tentang pelanggaran apabila perjanjian tersebut tidak didaftarkan.
Jika perjanjian itu tidak didaftar yang mendapatkan potensi dirugikan adalah kreditur karena jika terjadi wanprestasi pada debitor maka barang yang dijaminkan itu menjadi milik pengolahan si kreditur sampai nominal dari hasil tanah tersebut mencukupi hutangnya. Hal ini tidak memberikan kepastian kepada pihak kreditur secara langsung karena harus menanti beberapa bulan piutangnya dapat kembali dan setelah utang terpenuhi maka tanah tersebut dikebalikan kepada debitur. Sedangkan yang menunjukan potensi adalah debitur karena ada unsur kemalasan dalam pelunasan utangnya karena jika wanprestasi pada debitur tanah yang dijaminkan sebagai jaminan hutang piutang oleh debitur dapat kembali kepada debitur setelah hasil dari tanah tersebut setara dengan nominal hutang tersebut. Dan jika tidak didaftrakan maka apabila terjadi wanprestasi maka tidak memiliki kekuatan hukum.  Hal ini tidak sesuai dengan prinsip perjanjian (jaminan) hutang piutang yang menjunjung tinggi asas keadilan dan sebisa mungkin sebuah perjanjian harus ada unsur keadilan.
Dari pemaparan wawancara tersebut jika dilihat dari sudut pandang sosiologis merupakan suatu fenomena yang terjadi dimasyarakat pedesanaan yang lebih mengutamakan tolong menolong dalam suatu hubungan perjanjian jaminan hutang piutang. Hal ini merupakan kultur masyaratkat Indonesia yang ingin selalu membantu dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Sehingga dalam perjanjian hutang piutang pun dilakukan secara kepercayaan dan jika terjadi wanprestasi keputusannya pun tidak begitu merugikan salah satu pihak. Hal ini merupakan sikap yang harus dipelihara karena dalam hal ini merupakan unsur dari keadilan yang harus dipenuhi serata hurus disertai dengan pendaftran perjanjian hutang piutang dengan jaminan tanah sehingga memiliki kekuatan hukum.
Pendapat Pribadi
Jika dilihat dari analisis normatif dan sosiologis maka penulis berpandangan bahwa perjanjian tersebut merupakan perjanjian yang relevan yang terjadi di masyarakat karena melihat kultur dari masyarakat yang kurang tahu akan perjanjian jaminan dalam hukum positif sehingga mereka lebih mengambil alternative untuk melakukan perjanjian sesuai dengan adat yang ada yang tidak didaftarkan.
Hal ini memang baik namun tidak mencerminkan rasa keadilan karena perjanjian tersebut tidak memiliki kepastian hukum yang berlaku di Negara Indonesia dan cenderung merugikan salah satu pihak. Seyogyanya perjanjian hendaknya di daftarkan sehingga memiliki kekuatan hukum dan memiliki aturan yang tetap.       
       

     

1 komentar:

  1. Nilai 70. Satuan luas tanah meter dengan ru adalah dua hal yang berbeda. Barang tidak bergerak bukan objek perjanjian fidusia.

    BalasHapus